Nama : Ernita Dirgahayu A
NPM : 22213954
Kelas : 4 EB 10
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi #
Tugas ke-2
Etika bisnis merupakan suatu rangkaian
prinsip/aturan/norma yang harus diikuti apabila menjalankan bisnis. Etika
bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis
yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha (bisnis). Kebenaran disini
yang dimaksud adalah etika standar yang secara umum dapat diterima dan diakui
prinsip-prinsipnya baik oleh masyarakat, perusahaan dan individu. Perusahaan
meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
1. Lingkungan
Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan dari
sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan
itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan
perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan,
bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha
kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku
karyawan yang dapat sinyal masalah.
A. Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan
dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan
pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap
manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi /
pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. "Nada di atas" sering
digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat
membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif
dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau
vandalisme.
B. Ekonomi Lokal
Melihat seorang
karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika
pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih
bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat
yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas
tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang
lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan,
bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong
untuk melakukan yang lebih baik.
C. Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang
bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi
perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang
atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai
harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan
banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa
karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
D. Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu
industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama
dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan
yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat
menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak
pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak
masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka
menyisihkan untuk mengejar uang.
2.
Kesaling - tergantungan Antara Bisnis Dan Masyarakat
Perusahaan
yang merupakan suatu lingkungan bisnis juga sebuah organisasi yang memiliki
struktur yag cukup jelas dalam pengelolaannya. ada banyak interaksi antar
pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan
untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi.
baik di dalam tataran manajemen ataupun personal dalam setiap tim maupun
hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. untuk itu etika ternyata
diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu
sendiri. Oleh karena itu kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran
jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Berikut adalah beberapa hubungan kesaling
tergantungan antara bisnis dengan masyarakat.
1. Hubungan
antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya adalah
hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga
etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat
disebut disini misalnya saja :
Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit
untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat
mengetahui isi didalamnya,
Pemberian servis dan terutama garansi adalah
merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
2. Hubungan
dengan karyawan
Manajer
yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali
harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis
dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment),
Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan
pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
3. Hubungan
antar bisnis
Hubungan
ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain.
Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor.
4. Hubungan
dengan Investor
Perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go
public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan
terhadap informasi terhadap hal ini.
5. Hubungan
dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan
dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial.
3.
Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas
di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas 4
sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur,
korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya
dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit
birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah
terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai
tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok
untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman,
implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis
dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis
berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama
ini masih cenderung pada sisi "emosional" saja dan terkadang
mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi
syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah.
Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak "mengenal" sistem
syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis
tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu
menerapkan etika bisnis tersebut. Namun, karena pemahaman dari masing-masing
pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka
implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang
atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan
yang melingkupinya. Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba
mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel
yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas
etika dan moral seseorang atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah.
Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis
sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan
moral, masalah tertib hukum pun masih belum banyak mendapat perhatian.
Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan bahwa
berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di
Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral
dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah
pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan
salah yang harus dipertanggungjawabkan di depan pengadilan. Akan tetapi memang
itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan moral di Indonesia.
Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum seringkali
menyebabkan kebanyakan orang Indonesia 5 tidak bisa membedakan antara perbuatan
yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral, dengan
perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sebagai misal, sama
sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati dari sudut
etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar hukumnya, maka
masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya dengan masalah
penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
4. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut
merupakan perkembangan etika bisnis :
1.
Situasi
Dahulu
Pada
awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara
dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa
Peralihan: tahun 1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3.
Etika
Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.
Etika
Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5.
Etika
Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
5.
Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput
dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan
bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan atau
takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara
etika dan bisnis.
6.
Etika Bisnis Dan Akuntan
Amerika
Serikat yang selama ini dianggap sebagai Negara super power dan juga kiblat
ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan.
Skandal bisnis yang terjadi seakan menghilangkan kepercayaan oleh para pelaku
bisnis dunia tentang praktik Good Corporate Governance di Amerika
Serikat. Banyak perusahaan yang melakukan kecurangan diantaranya adalah
TYCO yang diketahui melakukan manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan
penurunan aset), disamping melakukan penyelundupan pajak. Global Crossing
termasuk salah satu perusahaan terbesar telekomunikasi di Amerika Serikat
dinyatakan bangkrut setelah melakukan sejumlah investasi penuh resiko. Enron
yang hancur berkeping terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa
perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat. Worldcom juga merupakan salah
satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika Serikat melakukan manipulasi
keuangan dengan menutupi pengeluaran US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya
menuai keuntungan, padahal kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui
memanipulasi laporan keuangan dengan menerapkan standar akunting secara keliru
sehingga pembukuan perusahaan mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun. Dan
masih banyak lagi.
Kesimpulan
Seorang akuntan di Indonesia dalam menjalankan profesinya,
dia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia adalah tatanan etika dan prinsip
moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama
anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan
juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau
masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam
kode etik profesi. Kewajiban Akuntansi sebagai profesi adalah mengabaikan
kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan.
Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu;
kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck,
vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa
etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa adanya etika di dalam bisnis, maka
perdagangan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa
akuntansi adalah bisnis, kemudian tanggung jawab utama dari bisnis adalah
memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi jika hal ini dilakukan
tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang
menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa bisnis tidak memerlukan
etika.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar